aku hanya seorang anak yang selalu mencintai bangsaku. Aku rindu bangsaku yang damai. Bangsaku yang banyak orang bilang 'Gemah ripah loh jinawi'.
Minggu, 08 Mei 2016
Jumat, 31 Agustus 2012
Puisi-puisi
EPISODE MERDEKA
Karya : Muhammad Ansori
Masih saja
kau hitungi deru waktu.
Detak-detak
yang hening pada dahi
tlah kau
tandai dengan kecut darah.
Aku berdiam
pada fragmen abad, menatap
kesucian
yang menggeletak di lantai pertiwi
sambil
mengaji baris kata yang
kau bujuri
bersama tanah dan tubuh;
Merdeka!!!
Detak-detak
tlah hening pada dahimu
Namun masih
saja kau hitungi deru waktu
Tentang
abad-abad perang, miskinnya selubung tubuh.
Getir jiwa,
lepuh, dan merdeka yang
Tak
sampai-sampai menghampiri dada.
Lihatlah!
Aku, anakmu akan bangkit satu-satu
Membawa tubuh dengan arak-arakan nurani.
Bagai
laba-laba, akan kami jarring dendam
dari luka
nanah yang tlah mereka toreh:
Kalau racun biarlah beracun
Kalau duri biarlah perih
Kami akan hidup dari
hatimu
Lihatlah!
Anakmu tlah bangkit berdiri
Dari mati kami kembali
Jambi, Agustus 1999
ELEGI
Karya : D. Zawawi Imron
Indonesia! Karena aku lahir dipangkuanmu,
Aku adalah anakmu.
Aku kini membaca redup wajahmu
Segumpal mendung menutup dahimu
Air matamu mengalir seperti sungai panjang
Menggali luka dalam diriku
Dan burung-burung gelatik yang cantik terbang
Di atas sawah yang luas
Suaranya mencicit
Menampung nafas-nafas yang letih.
Itupun berbaur dengan teriak gagak yang mengabarkan
Bangkai anak-anak yang tak bersalah
Kelelawar-kelelawar hitam simpang siur di udara,
Memekik-mekik
Karena diusir cerobang-cerobong perkasa.
Kalau mereka lari ke hutan,
Hutan pun sedang terbakar, Tuhan!
Ampunilah kami, karena
Kami masih tersesat walau di jalan
terang.
“Adik-adik kecil yang manis!
Jangan mandi di situ, air sungai
itu bercampur limbah,
Nanti kalau kamu dewasa kulitmu
tidak sempurna
Sebagai anak Indonesia. Aku tak
ingin, kamu jadi
Orang
asing di atas tanah kelahiranmu sendiri.”
Aku terkenang sebuah taman pahlawan
Gundukan-gundukan tanah
Yang diguguri bunga kamboja. Aku yakin, jasad-jasad
Yang jadi tulang-belulang itu lebih wangi dari bunga
Merekalah yang 50 tahun yang lalu tersungkur sambil
Berteriak “Merdeka”
Dan merdekalah tumpah darah kami.
Inilah tanah yang buncah ombaknya
Tak kunjung usai menyebut nama Tuhan
Pohon-pohon, dan sungai, dan kerikil, dan kuda-kuda
Yang menderap, serta angina malam yang lembut
Siap menerjemahkan suara nurani
Dan menjahit kain sarung yang
compang-camping
Apa pun yang akan terjadi,
Indonesia, aku tetap anak-anakmu
Pemilik daratan hijau dan gunung batu
Di atas cadik yang memanjat
Gelombang kami tetap bernyanyi
Agar matahari besok lebih cemerlang lagi
Maka, di ceruk lembah itu akan kami gali sebuah sumur,
Dan semua orang silahkan meneguk
Sejuknya nuraninya sendiri di situ
Dan bendera itu biar semakin damai berkibar
Dikipas rahmat Tuhan
Dan syukur kami yang tak kunjung
henti
1995
(dikutip dari Serpihan Sajak:
“Jalan Hati Jalan Samudra”)
SURAT UNTUK AMELIA
Karya : Iyut Fitra
suratku yang terakhir untukmu, amelia, bacalah
sebelum negeri ini terpanggang, menjadi abu yang masai
di sini taka da
rimbun daun bambu, pokok cemara, atau setiup angin desir
seperti dadaku
kering
hutan-hutan itu
dikalahkan kerakusan. irama lading mati atau
lenguh lahan
sunyi
hanya gemerisik
dari lelalang mersik. irama lembah tinggal kisah
selebihnya
rinduku padamu
tak sampai
bila jiwamu bergetar. karena baris-barisku mengiris ngilu
di nadimu
datanglah ke tandus bukit cinta pernah bertemu
tak perlu
menangis, amelia, bila perih tak bisa kau usir
karena
burung-burung kerubung mencari sangkar. dahan-dahan telah rengkah
kubisikkan
padamu mimpi kita
di tepi sungai itu, bila perkawinan tak jadi kita
langsungkan
wariskan pada anak-anak kelak, “bahwa di negeri ini kita
pernah menanam cinta!”
lalu senyum
alirkanlah dari hulu ke muara
hanyutkan
bibir mungilmu yang dusun agar mereka mengerti tentang musim
atau bila surat terakhirku tak pernah kau baca, amelia
karena negeri ini telah terpanggang
bernyanyilah di setiap senja. di langit kelabu itu kutulis
sepenggal sejarah
di sini,
kedamaian telah dijarah!
Payakumbuh 2006
(dikutip dari: Anugerah
Sastra Pena Kencana “100 Puisi Indonesia
Terbaik 2008”)
Puisi-puisi
EPISODE MERDEKA
Karya : Muhammad Ansori
Masih saja
kau hitungi deru waktu.
Detak-detak
yang hening pada dahi
tlah kau
tandai dengan kecut darah.
Aku berdiam
pada fragmen abad, menatap
kesucian
yang menggeletak di lantai pertiwi
sambil
mengaji baris kata yang
kau bujuri
bersama tanah dan tubuh;
Merdeka!!!
Detak-detak
tlah hening pada dahimu
Namun masih
saja kau hitungi deru waktu
Tentang
abad-abad perang, miskinnya selubung tubuh.
Getir jiwa,
lepuh, dan merdeka yang
Tak
sampai-sampai menghampiri dada.
Lihatlah!
Aku, anakmu akan bangkit satu-satu
Membawa tubuh dengan arak-arakan nurani.
Bagai
laba-laba, akan kami jarring dendam
dari luka
nanah yang tlah mereka toreh:
Kalau racun biarlah beracun
Kalau duri biarlah perih
Kami akan hidup dari
hatimu
Lihatlah!
Anakmu tlah bangkit berdiri
Dari mati kami kembali
Jambi, Agustus 1999
ELEGI
Karya : D. Zawawi Imron
Indonesia! Karena aku lahir dipangkuanmu,
Aku adalah anakmu.
Aku kini membaca redup wajahmu
Segumpal mendung menutup dahimu
Air matamu mengalir seperti sungai panjang
Menggali luka dalam diriku
Dan burung-burung gelatik yang cantik terbang
Di atas sawah yang luas
Suaranya mencicit
Menampung nafas-nafas yang letih.
Itupun berbaur dengan teriak gagak yang mengabarkan
Bangkai anak-anak yang tak bersalah
Kelelawar-kelelawar hitam simpang siur di udara,
Memekik-mekik
Karena diusir cerobang-cerobong perkasa.
Kalau mereka lari ke hutan,
Hutan pun sedang terbakar, Tuhan!
Ampunilah kami, karena
Kami masih tersesat walau di jalan
terang.
“Adik-adik kecil yang manis!
Jangan mandi di situ, air sungai
itu bercampur limbah,
Nanti kalau kamu dewasa kulitmu
tidak sempurna
Sebagai anak Indonesia. Aku tak
ingin, kamu jadi
Orang
asing di atas tanah kelahiranmu sendiri.”
Aku terkenang sebuah taman pahlawan
Gundukan-gundukan tanah
Yang diguguri bunga kamboja. Aku yakin, jasad-jasad
Yang jadi tulang-belulang itu lebih wangi dari bunga
Merekalah yang 50 tahun yang lalu tersungkur sambil
Berteriak “Merdeka”
Dan merdekalah tumpah darah kami.
Inilah tanah yang buncah ombaknya
Tak kunjung usai menyebut nama Tuhan
Pohon-pohon, dan sungai, dan kerikil, dan kuda-kuda
Yang menderap, serta angina malam yang lembut
Siap menerjemahkan suara nurani
Dan menjahit kain sarung yang
compang-camping
Apa pun yang akan terjadi,
Indonesia, aku tetap anak-anakmu
Pemilik daratan hijau dan gunung batu
Di atas cadik yang memanjat
Gelombang kami tetap bernyanyi
Agar matahari besok lebih cemerlang lagi
Maka, di ceruk lembah itu akan kami gali sebuah sumur,
Dan semua orang silahkan meneguk
Sejuknya nuraninya sendiri di situ
Dan bendera itu biar semakin damai berkibar
Dikipas rahmat Tuhan
Dan syukur kami yang tak kunjung
henti
1995
(dikutip dari Serpihan Sajak:
“Jalan Hati Jalan Samudra”)
SURAT UNTUK AMELIA
Karya : Iyut Fitra
suratku yang terakhir untukmu, amelia, bacalah
sebelum negeri ini terpanggang, menjadi abu yang masai
di sini taka da
rimbun daun bambu, pokok cemara, atau setiup angin desir
seperti dadaku
kering
hutan-hutan itu
dikalahkan kerakusan. irama lading mati atau
lenguh lahan
sunyi
hanya gemerisik
dari lelalang mersik. irama lembah tinggal kisah
selebihnya
rinduku padamu
tak sampai
bila jiwamu bergetar. karena baris-barisku mengiris ngilu
di nadimu
datanglah ke tandus bukit cinta pernah bertemu
tak perlu
menangis, amelia, bila perih tak bisa kau usir
karena
burung-burung kerubung mencari sangkar. dahan-dahan telah rengkah
kubisikkan
padamu mimpi kita
di tepi sungai itu, bila perkawinan tak jadi kita
langsungkan
wariskan pada anak-anak kelak, “bahwa di negeri ini kita
pernah menanam cinta!”
lalu senyum
alirkanlah dari hulu ke muara
hanyutkan
bibir mungilmu yang dusun agar mereka mengerti tentang musim
atau bila surat terakhirku tak pernah kau baca, amelia
karena negeri ini telah terpanggang
bernyanyilah di setiap senja. di langit kelabu itu kutulis
sepenggal sejarah
di sini,
kedamaian telah dijarah!
Payakumbuh 2006
(dikutip dari: Anugerah
Sastra Pena Kencana “100 Puisi Indonesia
Terbaik 2008”)
Minggu, 15 Juli 2012
TEATER BALOK
A. Latar Belakang
Berawal dari
obrolan warung kopi dari sebuah angan-angan kerinduan beberapa Muda-mudi
Katolik Santo Yakobus, Klodran, Bantul untuk saling berkumpul dan berproses
bersama. Sebuah komunitas yang murah meriah dan dapat menyatukan Muda-mudi
Katolik dari berbagai usia juga dapat merengkuh Muda-mudi Katolik yang kurang
maupun belum terlibat dalam kegiatan Gerejani.
Dari angan
tersebut terlontar sebuah ide dari salah satu MUDIKA (Muda-mudi Katolik) yaitu
Bernardinus Narendra Widyasmoro yang akrab dipanggil Bernard untuk membentuk
suatu tampilan Teater. Ide ini pertama kali ditanggapi Matheus Nastiti
Nurcahyo Wijaya yang akrab dipanggil Inung karena dulu di Paroki St. Yakobus, Bantul, Yogyakarta pernah ada komunitas Teater yang bernama Teater Oblong. Ide Teater ini
akhirnya ditawarkan oleh beberapa anggota MUDIKA yang lain dan ternyata
mendapat tanggapan baik dan dukungan dari beberapa pihak.
B. Tujuan
Teater selain sebagai wadah untuk berkumpul dan berproses
bersama juga ternyata memiliki tujuan-tujuan tertentu setelah beberapa MUDIKA
menggalinya. Teater ini dapat mengajak belajar berorganisasi dalam sebuah TIM
yang dibagi menjadi dua TIM yaitu TIM PRODUKSI dan TIM PEMERAN, dari proses ini
dapat menjadi sarana regenerasi (memberi ajaran tentang organisasi dan
kepemimpinan bagi MUDIKA yang masih baru). Dalam Seni Teater, diajak untuk
mengeluarkan karakter pribadi dengan percaya diri, dengan demikian anggota yang
satu dan yang lain akan saling memahami dan saling mengenal setiap pribadi.
Setelah saling mengenal diharapkan setiap anggota MUDIKA saling mendukung dan
memberi semangat dalam setiap kegiatan MUDIKA (spirit bagi semua kegiatan MUDIKA yang lain).
C. Nama Teater Balok
Setelah
banyak yang mendukung dan banyak yang terlibat mulailah menggarap sebuah Teater
yang memang benar-benar Teater dengan naskah yang diadaptasi dari naskah yang
berjudul “Jamila dan Sang Presiden” karya
Ratna Sarumpaet.
Dari beberapa
proses, beberapa orang mulai memikirkan sebuah nama untuk komunitas ini. Jadi
bukan sekedar bernama Teater MUDIKA Paroki. Pada tanggal 25 Juni 2012 diadakan
rapat untuk menentukan nama komunitas teater ini. Ada beberapa usulan nama
untuk teater ini seperti usulan Bartholomeus Nastiti Diyan Wijanarko (akrab dipanggil Catax)
yang mengusulkan nama GUYUB yang berarti rukun. Teater RANG yang diusulkan oleh
Gabriel Pipit Lina (akrab dipanggil Pipit) yang berarti terang. Teater HARMONI
yang diusulkan Bernard yang berarti keselarasan. Yang terakhir Teater BALOK
diusulkan Andreas Ardhana Prihatmoko (akrab dipanggil Andre,
alumni MUDIKA yang sekarang
berdomisili di Provinsi Jambi mengajar Seni Budaya di SMA Xaverius 1 dan 2
Jambi, diundang untuk hadir rapat karena kebetulan sedang berlibur di Yogyakarta).
Dan terpilihlah nama BALOK.
1. Nama Balok
Nama Balok
sendiri sebenarnya bukan murni usulan dari Andre tatapi dari Yohanes Gatot Sis Utomo (akrab dipanggil Gatot, Ketua MUDIKA untuk Wilayah Maria Tak
Bernoda-MUDIKA St. Anna). Nama ini bermula dari obrolan warkop pada Rabu malam
20 Juni 2012 di angkringan milik Tito Perwito yang saling bercanda dan meledek.
Kemudian Gatot melontarkan nama Balok, kemudian anak-anak menanyakan apa
artinya dan Gatot tidak tahu hanya sekedar ucapan saja. Beberapa anak di angkringan
memplesetkan Balok menjadi nama
panggilan seorang cewek yang menurut isu/gossip bahwa Gatot simpatik dengan
cewek tersebut (plesetannya tidak perlu disebut, dan bagiteman-teman yang pada waktu ada
diangkringan tidak perlu membocorkannya biarlah menjadi rahasia umum, dan yang
tidak tahu tidak usah mencari tahu, biarlah menjadi kenangan tersendiri bagi
Gatot …hehehe…).
2. Filosofi Nama Balok
Nama BALOK
tersebut ternyata menggelitik Andre dan ia mencoba merenungkan kata BALOK
tersebut dan disarikan menjadi filosofi nama BALOK yang diungkapkan dalam rapat
25 Juni 2012, yaitu:
- Kata BALOK memiliki kesan yang lugas, sederhana, dan dapat diingat oleh semua orang.
- BALOK di dalam masyarakat Jawa (khususnya Jogja) adalah makanan dari singkong yang dipotong kecil-kecil dan digoreng. Hal ini memberi arti bahwa kadangkala setiap orang selalu meremehkan atau memandang sebelah mata apa yang dilakukan oleh anak muda khususnya anak muda yang jarang tampil, tetapi kalau bersatu maka akan menjadi kuat seperti balok walaupun hanya terbuat dari singkong tetapi bila makannya banyak akan memberi rasa kenyang di dalam perut.
- BALOK dalam pelajaran matematika adalah sebuah bangun yang terdiri dari enam sisi yang berdiri tidak berdampingan tetapi berdiri sendiri-sendiri dan memiliki sudut yang membentuk balok. Mengajarkan bahwa setiap anggota teater memiliki perbedaan-perbedaan tetapi saling berhadapan untuk membentuk suatu komunitas dalam satu tujuan bersama.
- BALOK dapat diartikan tersusun dari dua suku kata banyu lokak. Banyu (air) yang tidak penuh tetapi kurang (lokak). Mamberi arti bahwa setiap orang selalu membutuhkan air, bahwa kaum muda itu adalah air di setiap tempat yang memberi kehidupan. Lokak (kurang) mengajarkan bahwa kaum muda harus senantiasa berkembang dan belajar terus menerus untuk mencari hal yang sempurna.
- BALOK juga dapat diartikan sebagai singkatan dari BAtalyOn Kristus. Memberi spirit bahwa komunitas ini semuanya beriman pada Kristus, dan Kristus adalah spirit bagi komunitas teater ini.
D. Penutup
Setelah
beberapa kali berproses dan ditemukan sebuah nama maka tanggal 25 Juni 2012
diputuskan dalam rapat tersebut sebagai hari lahirnya TEATER BALOK dengan
pentas perdana pada tanggal 1 September 2012 dengan judul ”Jamila”. Teater Balok berharap semoga komunitas teater ini dapat
berjalan terus dan sebagai wadah anggota MUDIKA untuk saling berkembang,
belajar, berkumpul, dan bersilaturahmi mewujudkan MUDIKA yang kompak.
Minggu, 18 September 2011
Puisi
A. Pengertian dan Ciri-ciri Puisi
Puisi ialah perasaan penyair yang diungkapkan
dalam pilihan kata yang cermat, serta mengandung rima dan irama. Ciri-ciri
puisi dapat dilihat dari bahasa yang dipergunakan serta dari wujud puisi
tersebut. Bahasa puisi mengandung rima, irama, dan kiasan, sedangkan wujud
puisi terdiri dari bentuknya yang berbait, letak yang tertata ke bawah, dan
tidak mementingkan ejaan. Untuk memahami puisi dapat juga dilakukan dengan
membedakannya dari bentuk prosa.
1. Jenis-jenis Puisi
Berdasarkan waktu kemunculannya puisi dapat
dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu puisi lama, puisi baru, dan puisi modern.
Puisi lama adalah puisi yang lahir sebelum masa
penjajahan Belanda, sehingga belum tampak adanya pengaruh dari kebudayaan
barat. Sifat masyarakat lama yang statis dan objektif, melahirkan bentuk puisi
yang statis pula, yaitu sangat terikat pada aturan tertentu. Puisi lama terdiri
dari mantra, bidal, pantun dan karmina, talibun, seloka, gurindam, dan syair.
Puisi baru adalah puisi yang muncul pada masa
penjajahan Belanda, sehingga pada puisi baru tampak adanya
pengaruh dari kebudayaan Eropa. Penetapan jenis puisi baru berdasarkan pada
jumlah larik yang terdapat dalam setiap bait. Jenis puisi baru dibagi menjadi
distichon, terzina, quatrain, quint, sextet, septima, stanza atau oktaf, serta
soneta.
Puisi modern adalah puisi yang berkembang di
Indonesia setelah masa penjajahan Belanda. Berdasarkan cara pengungkapannya,
puisi modern dapat dibagi menjadi puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik.
2. Analisis Unsur-unsur Intrinsik Puisi
Untuk memahami makna sebuah puisi dapat dilakukan
dengan menganalisis unsurunsur intrinsiknya, misalnya dengan mengkaji gaya
bahasa dan bentuk puisi. Gaya bahasa yang dipergunakan penyair mencakup:
(1) Gaya bunyi yang meliputi: asonansi,aliterasi,
persajakan, efoni, dan kakofoni.
(2) Gaya kata yang membahas tentang pengulangan
kata dan diksi.
(3) Gaya kalimat yang berisi gaya implisit dan
gaya retorika.
(4) Larik, dan
(5) bahasa kiasan.
Memahami puisi melalui bentuknya dapat dilakukan dengan
menelaah tipografi, tanda baca, serta enjambemen. Untuk mempermudah dan
memperjelas penganalisisan puisi, di depan setiap larik berilah bernomor urut.
Apabila puisi yang hendak dianalisis tersebut memiliki beberapa bait, dapat
pula diberi bernomor pada setiap baitnya.
3. Penafsiran Puisi (Interpretasi)
Agar dapat memahami isi puisi diawali dengan
menelaah atau melakukan kajian terhadap gaya maupun bentuk puisi yang
bersama-sama membentuk suatu keutuhan isi puisi. Perhatikan jika terdapat
hal-hal yang menarik perhatian, misalnya judul serta kekerapan kata. Banyaknya
kata yang berulang dapat menggiring pembaca dalam memahami tema. Jika terdapat
bait yang mengandung sedikit lirik, biasanya di sanalah tertuang tema puisi.
Seperti halnya pada judul yang juga dapat membayangkan tema. Tetapi ingat,
judul belum tentu sama dengan tema. Mengetahui tema serta akulirik merupakan
langkah pertama yang harus dilakukan dalam upaya memahami puisi.
Untuk memahami
sebuah puisi kita harus juga dapat menangkap simbol-simbol atau lambang-lambang
yang dipergunakan oleh penyair. Bila kita salah dalam menafsirkan makna
simbol/lambang, kita dapat salah dalam memahami isinya.
B. Cara & Tips Membaca Puisi Yang Baik & Benar
Kegiatan membaca puisi (poetry reading) mulai populer sejak
hadirnya kembali WS. Rendra (Alm) dari kelananya di Amerika Serikat. Agar Anda
dapat membaca puisi dengan baik perlu memperhatikan hal-hal berikut:
1. Teknik vokal
Untuk pengucapan yang komunikatif diperlukan penguasaan intonasi, diksi,
jeda, enjambemen, dan lafal yang tepat.
2. Performance (penampilan)
Dalam hal ini pembaca puisi dituntut untuk dapat memahami
pentas dan publik. Pembaca puisi juga dapat menunjukkan sikap dan penampilan
yang meyakinkan. Berani menatap penonton dan mengatur ekspresi yang tidak
berlebihan. Selain itu, pembaca puisi harus memperhatikan pula irama serta
mimik. Mimik merupakan petunjuk apakah seseorang sudah benar-benar dapat
menjiwai atau meresapkan isi puisi itu. Harmonisasi antara mimik dengan isi
(maksud) puisi merupakan puncak keberhasilan dalam membaca puisi.
Ingatlah tidak setiap puisi dapat dibaca (dilisankan) tanpa
menempatkan tanda tafsir pengucapannya terlebih dahulu. Adakalanya Anda menemui
deretan baris atau bait yang satu dengan yang lain mempunyai jalinan pengucapan
atau ada pula yang secara tertulis terpisah, sehingga perlu jeda. Bila Anda
kurang tepat dalam memberi jeda, akan dapat mengaburkan maknanya.
Seorang penyair mempunyai beberapa kiat agar puisinya dapat
dicerna atau dinikmati pembaca. Penyair kerap menampilkan gambar angan atau
citraan dalam puisinya. Melalui citraan penikmat sajak memperoleh gambaran yang
jelas, suasana khusus atau gambaran yang menghidupkan alam pikiran dan perasaan
penyairnya.
Perhatikan kutipan sajak Amir Hamzah berikut ini:
Nanar aku gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai
Dalam puisi di atas citraan penglihatan yang terasa ada dalam angan-angan
pembaca. Pembaca seolah melihat sosok wanita rupawan yang mengintai dari balik
tirai.
Di samping citraan/imajinasi visual (yang menimbulkan pembaca
seolah-olah dapat melihat sesuatu setelah membaca kata-kata tertentu), terdapat
pula imajinasi lain, seperti imajinasi auditory (pendengaran), imajinasi
articulatory (seolah mendengar kata-kata tertentu), imajinasi alfaktory (seolah
membau/mencium sesuatu), imajinasi organik (seolah Anda seperti merasa lesu,
capek, ngantuk, lapar, dan sebagainya).
Setelah Anda dapat menafsirkan lambang-lambang dalam puisi,
untuk mewujudkan keutuhan makna, Anda dapat lakukan langkah parafrasa puisi,
memberi tanda jeda, serta tekanan atau intonasinya.
Yang perlu diingat bahwa dalam mencoba memahami sebuah puisi
perlu memperhatikan judul, arti kata, imajinasi, simbol, pigura bahasa, bunyi/rima,
ritme/irama, serta tema puisi.
C. Membaca puisi sebagai Apresiasi Puisi
Secara makna leksikal, apresiasi (appreciation)
mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan,
penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian (Hornby dalam Sayuti,
1985:2002). Sementara itu, Effendi (1973: 18) menyatakan bahwa apresiasi sastra
adalah menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh
pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang
baik terhadap cipta sastra.
Pada dasarnya, kegiatan membaca puisi merupakan upaya
apresiasi puisi. Secara tidak langsung, bahwa dalam membaca puisi, pembaca akan
berusaha mengenali, memahami, menggairahi, memberi pengertian, memberi
penghargaan, membuat berpikir kritis, dan memiliki kepekaan rasa. Semua aspek
dalam karya sastra dipahami, dihargai bagaimana persajakannya, irama, citra,
diksi, gaya bahasa, dan apa saja yang dikemukakan oleh media. Pembaca akan
berusaha untuk menerjemahkan bait perbait untuk merangkai makna dari makna
puisi yang hendak disampaikan pengarang. Pembaca memberi apresiasi, tafsiran,
interpretasi terhadap teks yang dibacanya Setelah diperoleh pemahaman yang
dipandang cukup, pembaca dapat membaca puisi.
Karena kata “membacakan” mengandung makna benefaktif, yaitu melakukan
sesuatu pekerjaan untuk orang lain, maka penyampaian bentuk yang mencerminkan
isi harus dilakukan dengan total agar apresiasi pembaca terhadap makna dalam
puisi dapat tersampaikan dengan baik kepada pendengar. Makna yang telah
didapatkan dari hasil apresiasi diungkapkan kembali melalui kegiatan membaca
puisi. Dapat pula dikatakan sebagai suatu kegiatan transformasi dari apresiasi
pembaca dengan karakter pembacaannya, termasuk ekspresi terhadap penonton.
1. Faktor-faktor Penting dalam Membaca puisi
Setiap bentuk dan gaya baca puisi selalu menuntut adanya ekspresi wajah,
gerakan kepala, gerakan tangan, dan gerakan badan. Keempat ekspresi dan gerakan
tersebut harus memperhatikan (1) jenis acara: pertunjukkan, pembuka acara resmi,
performance-art, dll, (2) pencarian jenis puisi yang cocok dengan tema:
perenungan, perjuangan, pemberontakan, perdamaian, ketuhanan, percintaan, kasih
sayang, dendam, keadilan, kemanusiaan, dll, (3) pemahaman puisi yang utuh, (4)
pemilihan bentuk dan gaya baca puisi, (5) tempat acara: indoor atau outdoor,
(6) audien, (7) kualitas komunikasi, (8) totalitas performansi: penghayatan,
ekspresi, (9) kualitas vokal, (10) kesesuaian gerak, dan (11) jika menggunakan
bentuk dan gaya teaterikal, harus memperhatikan (a) pemilihan kostum yang
tepat, (b) penggunaan properti yang efektif dan efisien, (c) setting
yang sesuai dan mendukung tema puisi, (d) musik yang sebagai musik pengiring
puisi atau sebagai musikalisasi puisi
2. Bentuk dan Gaya dalam Membaca puisi
Suwignyo (2005) mengemukakan bahwa bentuk dan gaya baca puisi dapat dibedakan
mejadi tiga, yaitu (1) bentuk dan gaya baca puisi secara poetry reading,
(2) bentuk dan gaya baca puisi secara deklamatoris, dan (3) bentuk dan gaya
baca puisi secara teaterikal.
2.1. Bentuk
dan Gaya Baca Puisi secara Poetry Reading
Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi ini adalah
diperkenankannya pembaca membawa teks puisi. Adapaun posisi dalam bentuk dan
gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan (1) berdiri, (2) duduk, dan (3)
berdiri, duduk, dan bergerak.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi
berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui gerakan badan, kepala, wajah, dan
tangan. Intonasi baca seperti keras lemah, cepat lambat, tinggi rendah
dilakukan dengan cara sederhana. Bentuk dan gaya baca puisi ini relatif mudah
dilakukan.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi
duduk, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan kepala:
mengenadah, menunduk menoleh, (2) gerakan raut wajah: mengerutkan dahi,
mengangkat alis, (3) gerakan mata: membelakak, meredup, memejam, (4) gerakan
bibir: tersenyum, mengatup, melongo, dan (5) gerakan tangan, bahu, dan badan,
dilakukan seperlunya. Sedangkan intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca
dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu,
dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca puisi duduk,
berdiri, dan bergerak, maka yang harus dilakukan pada posisi duduk adalah (1)
memilih sikap duduk dengan santai, (2) arah dan pandangan mata dilakukan secara
bervariasi, dan (3) melakukan gerakan tangan dilakuakan dengan seperlunya.
Sedang yang dilakukan pada saat berdiri adalah (1) mengambil sikap santai, (2)
gerakan tangan, gerakan bahu, dan posisi berdiri dilakukan dengan bebas, dan
(3) ekspresi wajah: kerutan dahi, gerakan mata, senyuman dilakukan dengan
wajar. Yang dilakukan pada saat bergerak adalah (1) melakukan dengan tenang dan
terkendali, dan (2) menghindari gerakan-gerakan yang berlebihan. Intonasi baca
dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca
dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata
tertentu.
2.2. Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Deklamatoris
Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi seacra deklamatoris
adalah lepasnya teks puisi dari pembaca. Jadi, sebelum mendeklamasikan puisi,
teks puisi harus dihapalkan. Bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan
dengan posisi (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak.
Jika deklamator memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi
berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan tangan:
mengepal, menunjuk, mengangkat kedua tangan, (2) gerakan-gerakan kepala:
melihat ke bawah, atas, samping kanan, samping kiri, serong, (3)
gerakan-gerakan mata: membelalak, meredup, memejam, (4) gerakan-gerakan bibir:
tersenyumm, mengatup, melongo, (5) gerakan-gerakan tangan, bahu, badan, dan
raut muka dilakukan dengan total. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1)
membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata
tertentu, (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
Jika deklamator memilih bentuk dan gaya dengan posisi duduk,
berdiri, dan bergerak, maka yang dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih
posisi duduk dengan santai, kaki agak ditekuk, posisi mriing dan badan agak
membungkuk, Dan (2) arah dan pandangan mata dilakukan bervariasi: menatap dan
menunduk. Sedang yang dilakukan pada posisi berdiri (1) mengambil sikap tegak
dengan wajah menengadah, tangan menunjuk, dan (2) wajah berseri-seri dan bibir
tersenyum. Yang dilakukan pada saat bergerak (1) melakukan dengan tenang dan
bertenaga, dan (2) kaki dilangkahkan dengan pelan dan tidak tergesa-gesa.
Intonasi dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2)
membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi
kata-kata tertentu.
2.3. Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Teaterikal
Ciri khas bentuk dan gaya baca puisi teaterikal bertumpu pada totalitas
ekspresi, pemakaian unsur pendukung, misal kostum, properti, setting, musik,
dll., meskipun masih terikat oleh teks puisi/tidak. Bentuk dan gaya baca puisi
secara teaterikal lebih rumit daripada poetry reading maupun
deklamatoris. Puisi yang sederhana apabila dibawakan dengan ekspresi akan
sangat memesona.
Ekspresi jiwa puisi ditampakkan pada perubahan tatapan mata dan sosot mata.
Gerakan kepala, bahu, tangan, kaki, dan badan harus dimaksimalkan. Potensi teks
puisi dan potensi diri pembaca puisi harus disinergikan. Pembaca dapat
menggunakan efek-efek bunyi seperti dengung, gumam, dan sengau diekspresikan
dengan total. Lakuan-lakukan pembaca seperti menunduk, mengangkat tangan,
membungkuk, berjongkok, dan berdiri bebas diekspresikan sesuai dengan motivasi
dalam puisi. Aktualisasi jiwa puisi harus menyatu dengan aktualisasi diri
pembaca.
Inilah bentuk dari gaya baca puisi yang paling menantang untuk dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil. (2000). Derai-derai Cemara. Jakarta: Yayasan
Indonesia.
Atmazaki. (1993). Analisis Sajak: Teori, Metodologi, dan
Aplikasi. Bandung: Angkasa.
Bachri, Sutardji Calzoum. (1981). O, Amuk, Kapak. Jakarta:
Sinar Harapan.
Hamzah, Amir. (1977). Buah Rindu. Jakarta: Dian Rakyat.
http://www.sentra-edukasi.com/2009/11/cara-tips-membaca-puisi-yang-baik-benar.html
Ismail, Taufik. (1993). Tirani dan Benteng. Jakarta: Yayasan
Ananda.
Pradopo, Rachmat Djoko. (1990). Pengkajian Puisi. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Situmorang, B. P. (1983). Puisi: Teori Apresiasi Bentuk dan
Struktur. Ende-Flores: Nusa Indah.
Waluyo, Herman J. (1991). Teori dan Apresiasi
Puisi. Jakarta: Erlangga.
Langganan:
Postingan (Atom)
Aku adalah aku
- Andreas Ardhana Prihatmoko, S.Pd
- bantul, yogyakarta, Indonesia
- Seorang manusia biasa yang mencoba bersuara pada dunia tentang Kedamaian.