Sabtu, 10 September 2016

SMA Xaverius 1 Jambi Pentaskan Teater

Laporan wartawan Tribun Jambi Wahyu Jati Kusuma
(Minggu, 20 November 2011 00:21)

JAMBI, TRIBUN - Alunan musik dan lampu panggung yang menyala seirama detak jantung sontak membuat ratusan penonton menghentikan nada bicaranya. Kemudian beberapa remaja masuk ke dalam panggung pertunjukkan dengan lari kecil meneriakkan kata-kata "koran-koran".
Beberapa pemuda tadi juga turun dari panggung dan mencoba membangun interaksi dengan penonton yang ada di ruang itu.
Gambaran di atas salah satu adegan teater yang dimainkan dengan apik oleh para siswa kelas 10 SMA Xaverius 1, di ruang serbaguna sekolah mereka, Sabtu (19/11) siang. Pertunjukkan teater  bagian dari mata pelajaran kesenian di sekolah mereka. Dalam kesempatan itu ada tujuh kelompok teater yang tampil, di mana tiap kelompok mewakili tiap kelas.
Guru Seni Budaya SMA Xaverius 1, Andreas Ardana, kepada Tribun sebelum pertunjukkan dimulai mengatakan bahwa pertunjukkan teater yang dimainkan oleh anak didiknya merupakan implementasi dari apa yang ia ajarkan di dalam kelas. Selain itu pertunjukkan ini bertujuan untuk mengajarkan arti pentingnya kerja sama.
Kerja sama yang dimaksud Andreas adalah semua pertunjukkan yang dimainkan oleh anak-anak merupakan hasil karya mereka sendiri, yaitu mulai dari naskah sampai dengan tata panggung yang dibuat oleh mereka sendiri.
"Di pertunjukkan ini anak-anak diharuskan untuk membuat tim produksinya mewakili tiap kelas, jadi secara tidak langsung dalam satu kelas itu anak-anak harus bekerja dalam satu kelompok. Sedangkan saya sebagai guru hanya mengarahkan saja," terangnya kepada Tribun.
Vanessa Apriyanti yang bertindak sebagai sutradara kepada Tribun mengatakan bahwa cerita yang ia angkat temanya bercerita tentang ketidakadilan yang kerap terjadi di negeri ini yaitu  kesenjangan di bidang pendidikan.

Penulis: wahyu
Editor: ridwan
Sumber: Tribun Jambi
http://jambi.tribunnews.com/2011/11/20/sma-xaverius-1-jambi-pentaskan-teater

Selasa, 09 Agustus 2016

Teks Misa Hari Raya St. Perawan Maria Diangkat ke Surga


TAHUN LITURGI C
13-14 Agustus 2016

-RITUS PEMBUKA-
Tanda Salib dan Salam
Pengantar
L. Bapak ibu dan saudara/i yang terkasih dalam Kristus, Bunda Maria telah terpilih sebagai Bunda Kristus dan karena itu terkandung tanpa noda dan selanjutnya juga suci murni. Tetapi ia tidak terlepas dari cobaan-cobaan iman seperti yang kita alami. Dialah Bunda dukacita, Bunda kaum beriman, pola masa depan kita. Kini Bunda Maria telah diangkat ke surga dengan jiwa dan raganya. Ia ikut serta secara istimewa dalam kejayaan Kristus atas maut, kebencian dan ketakutan. Kidung Maria yang akan kita dengar dalam Injil hari ini, merupakan madah sukacita, di mana kebencian dikalahkan oleh cinta kasih, di mana Tuhan mau mengagungkan kaum kecil dan papa, dan di mana Tuhan menunjukkan belas kasih-Nya sepanjang masa.

Tuhan Kasihanilah Kami - Kemuliaan
Doa Pembuka :
I : Marilah berdoa: (hening sejenak)
Allah Yang Mahakuasa dan kekal, Perawan Maria yang tak bernoda, Bunda Putra-Mu, telah Engkau angkat ke dalam kemuliaan surgawi dengan jiwa dan raganya. Kami mohon, semoga dengan tetap mengarahkan hati kepada perkara-perkara surgawi, kami layak ikut serta dalam kemuliaannya. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama dengan Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa.
U: Amin
-LITURGI SABDA-

Bacaan Pertama
(Why 11:19a; 12:1-6a.10ab)
 "Seorang perempuan berselubungkan matahari dengan bulan di bawah kakinya”
L. Bacaan dari Kitab Wahyu:
Aku, Yohanes, melihat Bait Suci Allah yang di surga, dan kelihatanlah tabut perjanjian-Nya di dalam Bait Suci itu. Lalu tampaklah suatu tanda besar di langit: Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya, dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya. Ia sedang mengandung. Dalam keluhan dan penderitaannya hendak melahirkan, ia berteriak kesakitan. Maka tampaklah suatu tanda lain di langit: Seekor naga merah padam yang besar, berkepala tujuh dan bertanduk sepuluh, dan di atas kepalanya ada tujuh mahkota. Ekornya menyapu sepertiga dari bintang-bintang di langit dan melemparkannya ke atas bumi. Naga itu berdiri di hadapan perempuan yang hendak melahirkan itu, untuk menelan anaknya, segera sesudah perempuan itu melahirkannya. Dan perempuan itu melahirkan seorang Anak laki-laki, yang akan menggembalakan semua bangsa dengan gada besi. Tetapi tiba-tiba Anak itu direnggut dan dibawa lari kepada Allah dan ke hadapan tahta-Nya. Lalu perempuan itu lari ke padang gurun, di mana Allah telah menyediakan suatu tempat baginya. Kemudian aku mendengar suara yang nyaring di surga, “Sekarang telah tiba keselamatan, kuasa dan pemerintahan Allah kita! Sekarang telah tiba kekuasaan Dia yang diurapi Allah! Sebab para pendakwa yang siang malam mendakwa saudara-saudara kita di hadapan Allah, telah dilemparkan ke bawah!”
Demikianlah Sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah


MAZMUR TANGGAPAN
(Mzm  45:10bc.11.12ab.16)

Ayat :
Dengarlah, hai puteri, lihatlah dan sendengkanlah telingamu, lupakanlah bangsamu dan seisi rumah ayahmu! Biarlah raja menjadi bergairah karena keelokanmu, sebab dialah tuanmu! Sujudlah kepadanya.
Di antara mereka yang disayangi terdapat puteri-puteri raja, di sebelah kananmu berdiri permaisuri berpakaian emas dari ofir.
Dengan sukacita dan sorak-sorai mereka dibawa, mereka masuk ke dalam istana raja..

Bacaan Kedua
(1Kor 15:20-26)
“Kristus sebagai buah sulung, sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya”
L. Bacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada umat di Korintus:
Saudara-saudara, Kristus telah dibangkitkan dari antara orang mati sebagai yang sulung dari orang-orang yang telah meninggal. Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus. Tetapi tiap-tiap orang menurut urutannya: Kristus sebagai buah sulung; sesudah itu mereka yang menjadi milik-Nya pada waktu kedatangan-Nya. Kemudian tibalah kesudahan, yaitu bilamana Kristus menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa, sesudah Ia membinasakan segala pemerintahan, kekuasaan dan kekuatan. Karena Kristus harus memegang pemerintahan sebagai Raja sampai Allah meletakkan semua musuh-Nya di bawah kaki-Nya. Musuh terakhir, yang Ia binasakan ialah maut.
Demikianlah Sabda Tuhan
U. Syukur kepada Allah

Bait Pengantar Injil

Ayat:
Maria diangkat ke surga, para malaiukat bergembira.

Bacaan Injil
(Luk 1:39-56)
“Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku dan meninggikan orang-orang yang rendah”
I. Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas:
Beberapa waktu sesudah kedatangan malaikat Gabriel, bergegaslah Maria ke pegunungan menuju sebuah kota di wilayah Yehuda. Ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya, dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus, lalu berseru dengan suara nyaring; “Diberkatilah engkau di antara semua wanita, dan diberkatilah buah rahimmu. Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Sungguh, berbahagialah dia yang telah percaya, sebab firman Tuhan yang dikatakan kepadanya akan terlaksana.” Lalu kata Maria, “Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah memerhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar kepadaku, dan nama-Nya adalah Kudus.Rahmat-Nya turun temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya, dan mencerai-beraikan orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang yang berkuasa dari takhtanya, dan meninggikan orang-orang yang rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan hampa; Ia menolong Israel hamba-Nya, karena Ia mengingat rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya.” Kira-kira tiga bulan lamanya, Maria tinggal bersama dengan Elisabet, lalu pulang ke rumahnya.



Homili - Aku Percaya
Doa Umat :
I. Yesus menaruh kepercayaan kepada kita. Kita diberi tugas mengerjakan dunia lebih lanjut, dan hidup menurut Roh-Nya. Marilah kita mohon doa restu Bunda Maria, mohon bantuan dan semangat dalam karya ini:

L. Bagi Sri Paus, para Uskup dan para imam: Semoga Bapa mendampingi Sri Paus, para Uskup dan para imam agar mereka menerima segala cobaan dan kesulitan dengan iman, bahwa Tuhan menunjuk yang kecil dan memperkaya yang papa. Marilah kita mohon:
U. Tuhan, dengarkanlah umat-Mu.

L. Bagi para pemimpin masyarakat: Semoga Bapa membimbing para masyarakat kita agar mereka mampu meresapi semangat pelayanan dan kerendahan hati dalam melaksanakan tugas mereka. Marilah kita mohon:
U. Tuhan, dengarkanlah umat-Mu.

L. Bagi para ibu: Semoga Bapa membimbing para ibu agar mereka meneladani Bunda Maria, dan jangan merasa cemas menyaksikan keberhasilan ataupun kegagalan putera-puteri mereka. Marilah kita mohon:
U. Tuhan, dengarkanlah umat-Mu.

L. Bagi kita di sekitar altar ini: Semoga Bapa menerangi kita agar kita semakin percaya bahwa kebencian telah dikalahkan oleh cinta kasih, dan bahwa maut bukanlah akhir dari segala-galanya, sebagaimana Bunda Maria selalu bersyukur dan memuji pada-Nya karena karya penyelamatan. Marilah kita mohon:
U. Tuhan, dengarkanlah umat-Mu.

I. Allah Bapa yang Mahakuasa dan kekal, kami bersyukur kepada-Mu atas pengangkatan Bunda Maria, Bunda Putra-Mu, dan Bunda kami umat manusia ke surga. Kebahagiaan yang telah dicapainya merupakan janji dan jaminan bagi kami kini dan sepanjang masa.
U. Amin.
-LITURGI EKARISTI-
Doa Persiapan Persembahan
I. Ya Allah, semoga persembahan bakti kami ini naik ke hadirat-Mu, dan berkat doa Santa Perawan Maria yang Diangkat ke dalam kemuliaan surgawi, hati kami bernyala-nyala karena api cinta, yang senantiasa merindukan Dikau. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami.
U. Amin

Prefasi – Kudus – Doa Syukur Agung – Bapa Kami – Anak Domba Allah – Komuni

Doa Syukur Sesudah Komuni
I. Marilah kita berdoa, (hening sejenak)
Ya Allah, kami telah menyambut sakramen keselamatan. Kami mohon, semoga berkat doa Santa Perawan Maria yang diangkat ke dalam kemuliaan surgawi, kami diantar kepada kemuliaan kebangkitan. Dengan pengantaraan Kristus, Tuhan kami, yang hidup dan berkuasa sepanjang segala masa.
U : Amin.

Ajaran Gereja Katolik mengenai Santa Perawan Maria diangkat ke Surga

Dalam pembukaan Munificentissimus Deus(MD, 3) yang menyatakan dogma Bunda Maria diangkat ke Surga, Bapa Paus Pius XII mengatakan bahwa dalam sejarah keselamatan, Bunda Maria mengambil tempat istimewa dan unik. Ini mengacu pada ayat Gal 4:4, di mana dikatakan, “…Setelah genap waktunya”, bahwa dalam pemenuhan rencana keselamatan Allah ini, Allah dengan keMahakuasaan-Nya memberikan hak-hak istimewa kepada Bunda Maria, agar nyatalah segala kemurahan hati-Nya yang dinyatakan kepada Bunda Maria, dalam keseimbangan yang sempurna.

Maka bahwa jika untuk melahirkan Yesus, Bunda Maria disucikan dan dikandung tanpa noda dosa, dan selama hidupnya tidak berdosa (karena tidak seperti manusia lainnya, ia tidak mempunyai kecenderungan untuk berbuat dosa/ concupiscentia), maka selanjutnya, adalah setelah wafatnya, Tuhan tidak akan membiarkan tubuhnya terurai menjadi debu, karena penguraian menjadi debu ini adalah konsekuensi dari dosa manusia.
   
Bahwa pengangkatan Bunda Maria ke surga merupakan pemenuhan janji Allah bahwa seorang perempuan (Maria) yang keturunannya (Yesus) akan menghancurkan Iblis [dan kuasanya, yaitu maut] (lihat Kej 3:15); dan bahwa pengangkatan ini merupakan kemenangan atas dosa dan maut (lihat Rom 5-6, 1 Kor 15:21-26; 54-57), di mana kematian akan ditelan dalam kemenangan (1 Kor 15:54).


“Hail, full of grace, the Lord is with you, blessed are you among women.”
ap

Jumat, 31 Agustus 2012

Puisi-puisi


EPISODE MERDEKA
Karya : Muhammad Ansori

Masih saja kau hitungi deru waktu.
Detak-detak yang hening pada dahi
tlah kau tandai dengan kecut darah.
Aku berdiam pada fragmen abad, menatap
kesucian yang menggeletak di lantai pertiwi
sambil mengaji baris kata yang
kau bujuri bersama tanah dan tubuh;
                Merdeka!!!

Detak-detak tlah hening pada dahimu
Namun masih saja kau hitungi deru waktu
Tentang abad-abad perang, miskinnya selubung tubuh.
Getir jiwa, lepuh, dan merdeka yang
Tak sampai-sampai menghampiri dada.
Lihatlah! Aku, anakmu akan bangkit satu-satu
Membawa tubuh dengan arak-arakan nurani.

Bagai laba-laba, akan kami jarring dendam
dari luka nanah yang tlah mereka toreh:
Kalau racun biarlah beracun
Kalau duri biarlah perih
Kami akan hidup dari hatimu

Lihatlah! Anakmu tlah bangkit berdiri
Dari mati kami kembali
                                                                                                          Jambi, Agustus 1999



ELEGI
Karya : D. Zawawi Imron

Indonesia! Karena aku lahir dipangkuanmu,
Aku adalah anakmu.
Aku kini membaca redup wajahmu
Segumpal mendung menutup dahimu
Air matamu mengalir seperti sungai panjang
Menggali luka dalam diriku

Dan burung-burung gelatik yang cantik terbang
Di atas sawah yang luas
Suaranya mencicit
Menampung nafas-nafas yang letih.
Itupun berbaur dengan teriak gagak yang mengabarkan
Bangkai anak-anak yang tak bersalah

Kelelawar-kelelawar hitam simpang siur di udara,
Memekik-mekik
Karena diusir cerobang-cerobong perkasa.
Kalau mereka lari ke hutan,
Hutan pun sedang terbakar, Tuhan!
Ampunilah kami, karena
Kami masih tersesat walau di jalan terang.

“Adik-adik kecil yang manis!
Jangan mandi di situ, air sungai itu bercampur limbah,
Nanti kalau kamu dewasa kulitmu tidak sempurna
Sebagai anak Indonesia. Aku tak ingin, kamu jadi
Orang asing di atas tanah kelahiranmu sendiri.”

Aku terkenang sebuah taman pahlawan
Gundukan-gundukan tanah
Yang diguguri bunga kamboja. Aku yakin, jasad-jasad
Yang jadi tulang-belulang itu lebih wangi dari bunga
Merekalah yang 50 tahun yang lalu tersungkur sambil
Berteriak “Merdeka”
Dan merdekalah tumpah darah kami.

Inilah tanah yang buncah ombaknya
Tak kunjung usai menyebut nama Tuhan
Pohon-pohon, dan sungai, dan kerikil, dan kuda-kuda
Yang menderap, serta angina malam yang lembut
Siap menerjemahkan suara nurani
Dan menjahit kain sarung yang compang-camping

Apa pun yang akan terjadi,
Indonesia, aku tetap anak-anakmu
Pemilik daratan hijau dan gunung batu
Di atas cadik yang memanjat
Gelombang kami tetap bernyanyi
Agar matahari besok lebih cemerlang lagi
Maka, di ceruk lembah itu akan kami gali sebuah sumur,
Dan semua orang silahkan meneguk
Sejuknya nuraninya sendiri di situ
Dan bendera itu biar semakin damai berkibar
Dikipas rahmat Tuhan
Dan syukur kami yang tak kunjung henti

                                                                                                  1995
                                                                        (dikutip dari Serpihan Sajak: “Jalan Hati Jalan Samudra”)





SURAT UNTUK AMELIA
Karya : Iyut Fitra

suratku yang terakhir untukmu, amelia, bacalah
sebelum negeri ini terpanggang, menjadi abu yang masai
di sini taka da rimbun daun bambu, pokok cemara, atau setiup angin desir
seperti dadaku kering
hutan-hutan itu dikalahkan kerakusan. irama lading mati atau
lenguh lahan sunyi
hanya gemerisik dari lelalang mersik. irama lembah tinggal kisah
selebihnya rinduku padamu
tak sampai
bila jiwamu bergetar. karena baris-barisku mengiris ngilu di nadimu
datanglah ke tandus bukit cinta pernah bertemu

tak perlu menangis, amelia, bila perih tak bisa kau usir
karena burung-burung kerubung mencari sangkar. dahan-dahan telah rengkah
kubisikkan padamu mimpi kita
di tepi sungai itu, bila perkawinan tak jadi kita langsungkan
wariskan pada anak-anak kelak, “bahwa di negeri ini kita pernah menanam cinta!”
lalu senyum alirkanlah dari hulu ke muara
hanyutkan bibir mungilmu yang dusun agar mereka mengerti tentang musim

atau bila surat terakhirku tak pernah kau baca, amelia
karena negeri ini telah terpanggang
bernyanyilah di setiap senja. di langit kelabu itu kutulis
sepenggal sejarah
di sini, kedamaian telah dijarah!

Payakumbuh 2006
(dikutip dari: Anugerah Sastra Pena Kencana “100 Puisi Indonesia Terbaik 2008”)

Puisi-puisi


EPISODE MERDEKA
Karya : Muhammad Ansori

Masih saja kau hitungi deru waktu.
Detak-detak yang hening pada dahi
tlah kau tandai dengan kecut darah.
Aku berdiam pada fragmen abad, menatap
kesucian yang menggeletak di lantai pertiwi
sambil mengaji baris kata yang
kau bujuri bersama tanah dan tubuh;
                Merdeka!!!

Detak-detak tlah hening pada dahimu
Namun masih saja kau hitungi deru waktu
Tentang abad-abad perang, miskinnya selubung tubuh.
Getir jiwa, lepuh, dan merdeka yang
Tak sampai-sampai menghampiri dada.
Lihatlah! Aku, anakmu akan bangkit satu-satu
Membawa tubuh dengan arak-arakan nurani.

Bagai laba-laba, akan kami jarring dendam
dari luka nanah yang tlah mereka toreh:
Kalau racun biarlah beracun
Kalau duri biarlah perih
Kami akan hidup dari hatimu

Lihatlah! Anakmu tlah bangkit berdiri
Dari mati kami kembali
                                                                                                          Jambi, Agustus 1999



ELEGI
Karya : D. Zawawi Imron

Indonesia! Karena aku lahir dipangkuanmu,
Aku adalah anakmu.
Aku kini membaca redup wajahmu
Segumpal mendung menutup dahimu
Air matamu mengalir seperti sungai panjang
Menggali luka dalam diriku

Dan burung-burung gelatik yang cantik terbang
Di atas sawah yang luas
Suaranya mencicit
Menampung nafas-nafas yang letih.
Itupun berbaur dengan teriak gagak yang mengabarkan
Bangkai anak-anak yang tak bersalah

Kelelawar-kelelawar hitam simpang siur di udara,
Memekik-mekik
Karena diusir cerobang-cerobong perkasa.
Kalau mereka lari ke hutan,
Hutan pun sedang terbakar, Tuhan!
Ampunilah kami, karena
Kami masih tersesat walau di jalan terang.

“Adik-adik kecil yang manis!
Jangan mandi di situ, air sungai itu bercampur limbah,
Nanti kalau kamu dewasa kulitmu tidak sempurna
Sebagai anak Indonesia. Aku tak ingin, kamu jadi
Orang asing di atas tanah kelahiranmu sendiri.”

Aku terkenang sebuah taman pahlawan
Gundukan-gundukan tanah
Yang diguguri bunga kamboja. Aku yakin, jasad-jasad
Yang jadi tulang-belulang itu lebih wangi dari bunga
Merekalah yang 50 tahun yang lalu tersungkur sambil
Berteriak “Merdeka”
Dan merdekalah tumpah darah kami.

Inilah tanah yang buncah ombaknya
Tak kunjung usai menyebut nama Tuhan
Pohon-pohon, dan sungai, dan kerikil, dan kuda-kuda
Yang menderap, serta angina malam yang lembut
Siap menerjemahkan suara nurani
Dan menjahit kain sarung yang compang-camping

Apa pun yang akan terjadi,
Indonesia, aku tetap anak-anakmu
Pemilik daratan hijau dan gunung batu
Di atas cadik yang memanjat
Gelombang kami tetap bernyanyi
Agar matahari besok lebih cemerlang lagi
Maka, di ceruk lembah itu akan kami gali sebuah sumur,
Dan semua orang silahkan meneguk
Sejuknya nuraninya sendiri di situ
Dan bendera itu biar semakin damai berkibar
Dikipas rahmat Tuhan
Dan syukur kami yang tak kunjung henti

                                                                                                  1995
                                                                        (dikutip dari Serpihan Sajak: “Jalan Hati Jalan Samudra”)





SURAT UNTUK AMELIA
Karya : Iyut Fitra

suratku yang terakhir untukmu, amelia, bacalah
sebelum negeri ini terpanggang, menjadi abu yang masai
di sini taka da rimbun daun bambu, pokok cemara, atau setiup angin desir
seperti dadaku kering
hutan-hutan itu dikalahkan kerakusan. irama lading mati atau
lenguh lahan sunyi
hanya gemerisik dari lelalang mersik. irama lembah tinggal kisah
selebihnya rinduku padamu
tak sampai
bila jiwamu bergetar. karena baris-barisku mengiris ngilu di nadimu
datanglah ke tandus bukit cinta pernah bertemu

tak perlu menangis, amelia, bila perih tak bisa kau usir
karena burung-burung kerubung mencari sangkar. dahan-dahan telah rengkah
kubisikkan padamu mimpi kita
di tepi sungai itu, bila perkawinan tak jadi kita langsungkan
wariskan pada anak-anak kelak, “bahwa di negeri ini kita pernah menanam cinta!”
lalu senyum alirkanlah dari hulu ke muara
hanyutkan bibir mungilmu yang dusun agar mereka mengerti tentang musim

atau bila surat terakhirku tak pernah kau baca, amelia
karena negeri ini telah terpanggang
bernyanyilah di setiap senja. di langit kelabu itu kutulis
sepenggal sejarah
di sini, kedamaian telah dijarah!

Payakumbuh 2006
(dikutip dari: Anugerah Sastra Pena Kencana “100 Puisi Indonesia Terbaik 2008”)

Minggu, 15 Juli 2012

TEATER BALOK


A. Latar Belakang
            Berawal dari obrolan warung kopi dari sebuah angan-angan kerinduan beberapa Muda-mudi Katolik Santo Yakobus, Klodran, Bantul untuk saling berkumpul dan berproses bersama. Sebuah komunitas yang murah meriah dan dapat menyatukan Muda-mudi Katolik dari berbagai usia juga dapat merengkuh Muda-mudi Katolik yang kurang maupun belum terlibat dalam kegiatan Gerejani.
            Dari angan tersebut terlontar sebuah ide dari salah satu MUDIKA (Muda-mudi Katolik) yaitu Bernardinus Narendra Widyasmoro yang akrab dipanggil Bernard untuk membentuk suatu tampilan Teater. Ide ini pertama kali ditanggapi Matheus Nastiti Nurcahyo Wijaya yang akrab dipanggil Inung karena dulu di Paroki St. Yakobus, Bantul, Yogyakarta pernah ada komunitas Teater yang bernama Teater Oblong. Ide Teater ini akhirnya ditawarkan oleh beberapa anggota MUDIKA yang lain dan ternyata mendapat tanggapan baik dan dukungan dari beberapa pihak.

B. Tujuan
Teater selain sebagai wadah untuk berkumpul dan berproses bersama juga ternyata memiliki tujuan-tujuan tertentu setelah beberapa MUDIKA menggalinya. Teater ini dapat mengajak belajar berorganisasi dalam sebuah TIM yang dibagi menjadi dua TIM yaitu TIM PRODUKSI dan TIM PEMERAN, dari proses ini dapat menjadi sarana regenerasi (memberi ajaran tentang organisasi dan kepemimpinan bagi MUDIKA yang masih baru). Dalam Seni Teater, diajak untuk mengeluarkan karakter pribadi dengan percaya diri, dengan demikian anggota yang satu dan yang lain akan saling memahami dan saling mengenal setiap pribadi. Setelah saling mengenal diharapkan setiap anggota MUDIKA saling mendukung dan memberi semangat dalam setiap kegiatan MUDIKA (spirit bagi semua kegiatan MUDIKA yang lain).

C. Nama Teater Balok
            Setelah banyak yang mendukung dan banyak yang terlibat mulailah menggarap sebuah Teater yang memang benar-benar Teater dengan naskah yang diadaptasi dari naskah yang berjudul “Jamila dan Sang Presiden” karya Ratna Sarumpaet.
            Dari beberapa proses, beberapa orang mulai memikirkan sebuah nama untuk komunitas ini. Jadi bukan sekedar bernama Teater MUDIKA Paroki. Pada tanggal 25 Juni 2012 diadakan rapat untuk menentukan nama komunitas teater ini. Ada beberapa usulan nama untuk teater ini seperti usulan Bartholomeus Nastiti  Diyan Wijanarko (akrab dipanggil Catax) yang mengusulkan nama GUYUB yang berarti rukun. Teater RANG yang diusulkan oleh Gabriel Pipit Lina (akrab dipanggil Pipit) yang berarti terang. Teater HARMONI yang diusulkan Bernard yang berarti keselarasan. Yang terakhir Teater BALOK diusulkan Andreas Ardhana Prihatmoko (akrab dipanggil Andre, alumni MUDIKA yang sekarang berdomisili di Provinsi Jambi mengajar Seni Budaya di SMA Xaverius 1 dan 2 Jambi, diundang untuk hadir rapat karena kebetulan sedang berlibur di Yogyakarta). Dan terpilihlah nama BALOK.

1. Nama Balok
            Nama Balok sendiri sebenarnya bukan murni usulan dari Andre tatapi dari Yohanes Gatot Sis Utomo (akrab dipanggil Gatot, Ketua MUDIKA untuk Wilayah Maria Tak Bernoda-MUDIKA St. Anna). Nama ini bermula dari obrolan warkop pada Rabu malam 20 Juni 2012 di angkringan milik Tito Perwito yang saling bercanda dan meledek. Kemudian Gatot melontarkan nama Balok, kemudian anak-anak menanyakan apa artinya dan Gatot tidak tahu hanya sekedar ucapan saja. Beberapa anak di angkringan memplesetkan Balok menjadi nama panggilan seorang cewek yang menurut isu/gossip bahwa Gatot simpatik dengan cewek tersebut (plesetannya tidak perlu disebut, dan bagiteman-teman yang pada waktu ada diangkringan tidak perlu membocorkannya biarlah menjadi rahasia umum, dan yang tidak tahu tidak usah mencari tahu, biarlah menjadi kenangan tersendiri bagi Gatot …hehehe…).

2. Filosofi Nama Balok
            Nama BALOK tersebut ternyata menggelitik Andre dan ia mencoba merenungkan kata BALOK tersebut dan disarikan menjadi filosofi nama BALOK yang diungkapkan dalam rapat 25 Juni 2012, yaitu:
  • Kata BALOK memiliki kesan yang lugas, sederhana, dan dapat diingat oleh semua orang.
  • BALOK di dalam masyarakat Jawa (khususnya Jogja) adalah makanan dari singkong yang dipotong kecil-kecil dan digoreng. Hal ini memberi arti bahwa kadangkala setiap orang selalu meremehkan atau memandang sebelah mata apa yang dilakukan oleh anak muda khususnya anak muda yang jarang tampil, tetapi kalau bersatu maka akan menjadi kuat seperti balok walaupun hanya terbuat dari singkong tetapi bila makannya banyak akan memberi rasa kenyang di dalam perut.
  • BALOK dalam pelajaran matematika adalah sebuah bangun yang terdiri dari enam sisi yang berdiri tidak berdampingan tetapi berdiri sendiri-sendiri dan memiliki sudut yang membentuk balok. Mengajarkan bahwa setiap anggota teater memiliki perbedaan-perbedaan tetapi saling berhadapan untuk membentuk suatu komunitas dalam satu tujuan bersama.
  • BALOK dapat diartikan tersusun dari dua suku kata banyu lokak. Banyu (air) yang tidak penuh tetapi kurang (lokak). Mamberi arti bahwa setiap orang selalu membutuhkan air, bahwa kaum muda itu adalah air di setiap tempat yang memberi kehidupan. Lokak (kurang) mengajarkan bahwa kaum muda harus senantiasa berkembang dan belajar terus menerus untuk mencari hal yang sempurna.
  • BALOK juga dapat diartikan sebagai singkatan dari BAtalyOn Kristus. Memberi spirit bahwa komunitas ini semuanya beriman pada Kristus, dan Kristus adalah spirit bagi komunitas teater ini.

D. Penutup
            Setelah beberapa kali berproses dan ditemukan sebuah nama maka tanggal 25 Juni 2012 diputuskan dalam rapat tersebut sebagai hari lahirnya TEATER BALOK dengan pentas perdana pada tanggal 1 September 2012 dengan judul ”Jamila”. Teater Balok berharap semoga komunitas teater ini dapat berjalan terus dan sebagai wadah anggota MUDIKA untuk saling berkembang, belajar, berkumpul, dan bersilaturahmi mewujudkan MUDIKA yang kompak.     




Minggu, 18 September 2011

Puisi


A. Pengertian dan Ciri-ciri Puisi
Puisi ialah perasaan penyair yang diungkapkan dalam pilihan kata yang cermat, serta mengandung rima dan irama. Ciri-ciri puisi dapat dilihat dari bahasa yang dipergunakan serta dari wujud puisi tersebut. Bahasa puisi mengandung rima, irama, dan kiasan, sedangkan wujud puisi terdiri dari bentuknya yang berbait, letak yang tertata ke bawah, dan tidak mementingkan ejaan. Untuk memahami puisi dapat juga dilakukan dengan membedakannya dari bentuk prosa.

1. Jenis-jenis Puisi
Berdasarkan waktu kemunculannya puisi dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu puisi lama, puisi baru, dan puisi modern.
Puisi lama adalah puisi yang lahir sebelum masa penjajahan Belanda, sehingga belum tampak adanya pengaruh dari kebudayaan barat. Sifat masyarakat lama yang statis dan objektif, melahirkan bentuk puisi yang statis pula, yaitu sangat terikat pada aturan tertentu. Puisi lama terdiri dari mantra, bidal, pantun dan karmina, talibun, seloka, gurindam, dan syair.
Puisi baru adalah puisi yang muncul pada masa penjajahan Belanda, sehingga pada puisi baru tampak adanya pengaruh dari kebudayaan Eropa. Penetapan jenis puisi baru berdasarkan pada jumlah larik yang terdapat dalam setiap bait. Jenis puisi baru dibagi menjadi distichon, terzina, quatrain, quint, sextet, septima, stanza atau oktaf, serta soneta.
Puisi modern adalah puisi yang berkembang di Indonesia setelah masa penjajahan Belanda. Berdasarkan cara pengungkapannya, puisi modern dapat dibagi menjadi puisi epik, puisi lirik, dan puisi dramatik.

2. Analisis Unsur-unsur Intrinsik Puisi
Untuk memahami makna sebuah puisi dapat dilakukan dengan menganalisis unsurunsur intrinsiknya, misalnya dengan mengkaji gaya bahasa dan bentuk puisi. Gaya bahasa yang dipergunakan penyair mencakup:
(1) Gaya bunyi yang meliputi: asonansi,aliterasi, persajakan, efoni, dan kakofoni.
(2) Gaya kata yang membahas tentang pengulangan kata dan diksi.
(3) Gaya kalimat yang berisi gaya implisit dan gaya retorika.
(4) Larik, dan
(5) bahasa kiasan.
Memahami puisi melalui bentuknya dapat dilakukan dengan menelaah tipografi, tanda baca, serta enjambemen. Untuk mempermudah dan memperjelas penganalisisan puisi, di depan setiap larik berilah bernomor urut. Apabila puisi yang hendak dianalisis tersebut memiliki beberapa bait, dapat pula diberi bernomor pada setiap baitnya.

3. Penafsiran Puisi (Interpretasi)
Agar dapat memahami isi puisi diawali dengan menelaah atau melakukan kajian terhadap gaya maupun bentuk puisi yang bersama-sama membentuk suatu keutuhan isi puisi. Perhatikan jika terdapat hal-hal yang menarik perhatian, misalnya judul serta kekerapan kata. Banyaknya kata yang berulang dapat menggiring pembaca dalam memahami tema. Jika terdapat bait yang mengandung sedikit lirik, biasanya di sanalah tertuang tema puisi. Seperti halnya pada judul yang juga dapat membayangkan tema. Tetapi ingat, judul belum tentu sama dengan tema. Mengetahui tema serta akulirik merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam upaya memahami puisi.
Untuk memahami sebuah puisi kita harus juga dapat menangkap simbol-simbol atau lambang-lambang yang dipergunakan oleh penyair. Bila kita salah dalam menafsirkan makna simbol/lambang, kita dapat salah dalam memahami isinya.

B. Cara & Tips Membaca Puisi Yang Baik & Benar
Kegiatan membaca puisi (poetry reading) mulai populer sejak hadirnya kembali WS. Rendra (Alm) dari kelananya di Amerika Serikat. Agar Anda dapat membaca puisi dengan baik perlu memperhatikan hal-hal berikut:

1. Teknik vokal
Untuk pengucapan yang komunikatif diperlukan penguasaan intonasi, diksi, jeda, enjambemen, dan lafal yang tepat.

2. Performance (penampilan)
Dalam hal ini pembaca puisi dituntut untuk dapat memahami pentas dan publik. Pembaca puisi juga dapat menunjukkan sikap dan penampilan yang meyakinkan. Berani menatap penonton dan mengatur ekspresi yang tidak berlebihan. Selain itu, pembaca puisi harus memperhatikan pula irama serta mimik. Mimik merupakan petunjuk apakah seseorang sudah benar-benar dapat menjiwai atau meresapkan isi puisi itu. Harmonisasi antara mimik dengan isi (maksud) puisi merupakan puncak keberhasilan dalam membaca puisi.
Ingatlah tidak setiap puisi dapat dibaca (dilisankan) tanpa menempatkan tanda tafsir pengucapannya terlebih dahulu. Adakalanya Anda menemui deretan baris atau bait yang satu dengan yang lain mempunyai jalinan pengucapan atau ada pula yang secara tertulis terpisah, sehingga perlu jeda. Bila Anda kurang tepat dalam memberi jeda, akan dapat mengaburkan maknanya.
Seorang penyair mempunyai beberapa kiat agar puisinya dapat dicerna atau dinikmati pembaca. Penyair kerap menampilkan gambar angan atau citraan dalam puisinya. Melalui citraan penikmat sajak memperoleh gambaran yang jelas, suasana khusus atau gambaran yang menghidupkan alam pikiran dan perasaan penyairnya.

Perhatikan kutipan sajak Amir Hamzah berikut ini:

Nanar aku gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa dara di balik tirai


Dalam puisi di atas citraan penglihatan yang terasa ada dalam angan-angan pembaca. Pembaca seolah melihat sosok wanita rupawan yang mengintai dari balik tirai.
Di samping citraan/imajinasi visual (yang menimbulkan pembaca seolah-olah dapat melihat sesuatu setelah membaca kata-kata tertentu), terdapat pula imajinasi lain, seperti imajinasi auditory (pendengaran), imajinasi articulatory (seolah mendengar kata-kata tertentu), imajinasi alfaktory (seolah membau/mencium sesuatu), imajinasi organik (seolah Anda seperti merasa lesu, capek, ngantuk, lapar, dan sebagainya).
Setelah Anda dapat menafsirkan lambang-lambang dalam puisi, untuk mewujudkan keutuhan makna, Anda dapat lakukan langkah parafrasa puisi, memberi tanda jeda, serta tekanan atau intonasinya.
Yang perlu diingat bahwa dalam mencoba memahami sebuah puisi perlu memperhatikan judul, arti kata, imajinasi, simbol, pigura bahasa, bunyi/rima, ritme/irama, serta tema puisi.

C. Membaca puisi sebagai Apresiasi Puisi
Secara makna leksikal, apresiasi (appreciation) mengacu pada pengertian pemahaman dan pengenalan yang tepat, pertimbangan, penilaian, dan pernyataan yang memberikan penilaian (Hornby dalam Sayuti, 1985:2002). Sementara itu, Effendi (1973: 18) menyatakan bahwa apresiasi sastra adalah menggauli cipta sastra dengan sungguh-sungguh sehingga tumbuh pengertian, penghargaan, kepekaan pikiran kritis, dan kepekaan perasaan yang baik terhadap cipta sastra.
Pada dasarnya, kegiatan membaca puisi merupakan upaya apresiasi puisi. Secara tidak langsung, bahwa dalam membaca puisi, pembaca akan berusaha mengenali, memahami, menggairahi, memberi pengertian, memberi penghargaan, membuat berpikir kritis, dan memiliki kepekaan rasa. Semua aspek dalam karya sastra dipahami, dihargai bagaimana persajakannya, irama, citra, diksi, gaya bahasa, dan apa saja yang dikemukakan oleh media. Pembaca akan berusaha untuk menerjemahkan bait perbait untuk merangkai makna dari makna puisi yang hendak disampaikan pengarang. Pembaca memberi apresiasi, tafsiran, interpretasi terhadap teks yang dibacanya Setelah diperoleh pemahaman yang dipandang cukup, pembaca dapat membaca puisi.
Karena kata “membacakan” mengandung makna benefaktif, yaitu melakukan sesuatu pekerjaan untuk orang lain, maka penyampaian bentuk yang mencerminkan isi harus dilakukan dengan total agar apresiasi pembaca terhadap makna dalam puisi dapat tersampaikan dengan baik kepada pendengar. Makna yang telah didapatkan dari hasil apresiasi diungkapkan kembali melalui kegiatan membaca puisi. Dapat pula dikatakan sebagai suatu kegiatan transformasi dari apresiasi pembaca dengan karakter pembacaannya, termasuk ekspresi terhadap penonton.

1. Faktor-faktor Penting dalam Membaca puisi
Setiap bentuk dan gaya baca puisi selalu menuntut adanya ekspresi wajah, gerakan kepala, gerakan tangan, dan gerakan badan. Keempat ekspresi dan gerakan tersebut harus memperhatikan (1) jenis acara: pertunjukkan, pembuka acara resmi, performance-art, dll, (2) pencarian jenis puisi yang cocok dengan tema: perenungan, perjuangan, pemberontakan, perdamaian, ketuhanan, percintaan, kasih sayang, dendam, keadilan, kemanusiaan, dll, (3) pemahaman puisi yang utuh, (4) pemilihan bentuk dan gaya baca puisi, (5) tempat acara: indoor atau outdoor, (6) audien, (7) kualitas komunikasi, (8) totalitas performansi: penghayatan, ekspresi, (9) kualitas vokal, (10) kesesuaian gerak, dan (11) jika menggunakan bentuk dan gaya teaterikal, harus memperhatikan (a) pemilihan kostum yang tepat, (b) penggunaan properti yang efektif dan efisien, (c) setting yang sesuai dan mendukung tema puisi, (d) musik yang sebagai musik pengiring puisi atau sebagai musikalisasi puisi

2. Bentuk dan Gaya dalam Membaca puisi
                Suwignyo (2005) mengemukakan bahwa bentuk dan gaya baca puisi dapat dibedakan mejadi tiga, yaitu (1) bentuk dan gaya baca puisi secara poetry reading, (2) bentuk dan gaya baca puisi secara deklamatoris, dan (3) bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal.

2.1.  Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Poetry Reading
Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi ini adalah diperkenankannya pembaca membawa teks puisi. Adapaun posisi dalam bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui gerakan badan, kepala, wajah, dan tangan. Intonasi baca seperti keras lemah, cepat lambat, tinggi rendah dilakukan dengan cara sederhana. Bentuk dan gaya baca puisi ini relatif mudah dilakukan.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi duduk, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan kepala: mengenadah, menunduk menoleh, (2) gerakan raut wajah: mengerutkan dahi, mengangkat alis, (3) gerakan mata: membelakak, meredup, memejam, (4) gerakan bibir: tersenyum, mengatup, melongo, dan (5) gerakan tangan, bahu, dan badan, dilakukan seperlunya. Sedangkan intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
Jika pembaca memilih bentuk dan gaya baca puisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang harus dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih sikap duduk dengan santai, (2) arah dan pandangan mata dilakukan secara bervariasi, dan (3) melakukan gerakan tangan dilakuakan dengan seperlunya. Sedang yang dilakukan pada saat berdiri adalah (1) mengambil sikap santai, (2) gerakan tangan, gerakan bahu, dan posisi berdiri dilakukan dengan bebas, dan (3) ekspresi wajah: kerutan dahi, gerakan mata, senyuman dilakukan dengan wajar. Yang dilakukan pada saat bergerak adalah (1) melakukan dengan tenang dan terkendali, dan (2) menghindari gerakan-gerakan yang berlebihan. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat katakata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

2.2. Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Deklamatoris
Ciri khas dari bentuk dan gaya baca puisi seacra deklamatoris adalah lepasnya teks puisi dari pembaca. Jadi, sebelum mendeklamasikan puisi, teks puisi harus dihapalkan. Bentuk dan gaya baca puisi ini dapat dilakukan dengan posisi (1) berdiri, (2) duduk, dan (3) berdiri, duduk, dan bergerak.
Jika deklamator memilih bentuk dan gaya baca dengan posisi berdiri, maka pesan puisi disampaikan melalui (1) gerakan-gerakan tangan: mengepal, menunjuk, mengangkat kedua tangan, (2) gerakan-gerakan kepala: melihat ke bawah, atas, samping kanan, samping kiri, serong, (3) gerakan-gerakan mata: membelalak, meredup, memejam, (4) gerakan-gerakan bibir: tersenyumm, mengatup, melongo, (5) gerakan-gerakan tangan, bahu, badan, dan raut muka dilakukan dengan total. Intonasi baca dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.
Jika deklamator memilih bentuk dan gaya dengan posisi duduk, berdiri, dan bergerak, maka yang dilakukan pada posisi duduk adalah (1) memilih posisi duduk dengan santai, kaki agak ditekuk, posisi mriing dan badan agak membungkuk, Dan (2) arah dan pandangan mata dilakukan bervariasi: menatap dan menunduk. Sedang yang dilakukan pada posisi berdiri (1) mengambil sikap tegak dengan wajah menengadah, tangan menunjuk, dan (2) wajah berseri-seri dan bibir tersenyum. Yang dilakukan pada saat bergerak (1) melakukan dengan tenang dan bertenaga, dan (2) kaki dilangkahkan dengan pelan dan tidak tergesa-gesa. Intonasi dilakukan dengan cara (1) membaca dengan keras kata-kata tertentu, (2) membaca dengan lambat kata-kata tertentu, dan (3) membaca dengan nada tinggi kata-kata tertentu.

2.3. Bentuk dan Gaya Baca Puisi secara Teaterikal
                Ciri khas bentuk dan gaya baca puisi teaterikal bertumpu pada totalitas ekspresi, pemakaian unsur pendukung, misal kostum, properti, setting, musik, dll., meskipun masih terikat oleh teks puisi/tidak. Bentuk dan gaya baca puisi secara teaterikal lebih rumit daripada poetry reading maupun deklamatoris. Puisi yang sederhana apabila dibawakan dengan ekspresi akan sangat memesona.
                Ekspresi jiwa puisi ditampakkan pada perubahan tatapan mata dan sosot mata. Gerakan kepala, bahu, tangan, kaki, dan badan harus dimaksimalkan. Potensi teks puisi dan potensi diri pembaca puisi harus disinergikan. Pembaca dapat menggunakan efek-efek bunyi seperti dengung, gumam, dan sengau diekspresikan dengan total. Lakuan-lakukan pembaca seperti menunduk, mengangkat tangan, membungkuk, berjongkok, dan berdiri bebas diekspresikan sesuai dengan motivasi dalam puisi. Aktualisasi jiwa puisi harus menyatu dengan aktualisasi diri pembaca.
Inilah bentuk dari gaya baca puisi yang paling menantang untuk dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Chairil. (2000). Derai-derai Cemara. Jakarta: Yayasan Indonesia.
Atmazaki. (1993). Analisis Sajak: Teori, Metodologi, dan Aplikasi. Bandung: Angkasa.
Bachri, Sutardji Calzoum. (1981). O, Amuk, Kapak. Jakarta: Sinar Harapan.
Hamzah, Amir. (1977). Buah Rindu. Jakarta: Dian Rakyat.
http://www.sentra-edukasi.com/2009/11/cara-tips-membaca-puisi-yang-baik-benar.html
Ismail, Taufik. (1993). Tirani dan Benteng. Jakarta: Yayasan Ananda.
Pradopo, Rachmat Djoko. (1990). Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Situmorang, B. P. (1983). Puisi: Teori Apresiasi Bentuk dan Struktur. Ende-Flores: Nusa Indah.
Waluyo, Herman J. (1991). Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta: Erlangga.

Aku adalah aku

Foto saya
bantul, yogyakarta, Indonesia
Seorang manusia biasa yang mencoba bersuara pada dunia tentang Kedamaian.