Minggu, 15 November 2009

Katekese Kontekstual

Aggiornamento adalah sebuah semboyan Vatikan II dalam katekese umat yang berarti ‘bukalah jendela lebar-lebar’. Dalam sintesis akhir studi kateketik ini saya akan bertitik tolak dari semboyan tersebut. Semboyan tersebut sangat menggelitik hati saya untuk mencari makna yang terkandung dari kata tersebut.
***
Katekese di zaman ini banyak mengalami tantangan yang begitu besar. Katekese yang terbentur dengan tawaran zaman bukan menjadi teman tetapi bukan juga menjadi musuh. Katekese berbeda jauh dengan apa yang ditawarkan zaman. Tawaran zaman yang menyuguhkan hal yang menarik dan membuat setiap orang menjadi ketagihan. Hal ini tidak hanya menyerang orang dengan kualifikasi tertentu tetapi hampir setiap orang sudah ‘terinfeksi’ dengan apa yang disebut dengan syindrom tawaran zaman, entah itu anak-anak, kaum muda, maupun orang tua. Anak-anak lebih menyukai melihat televisi atau bermain video game, play station, apalagi sekarang tidak heran seorang anak bermain game mobile (game di dalam handphone). Kaum muda sibuk dengan relasi di dalam dunia maya seperti apa yang sekarang sedang merebak di dunia anak muda yaitu facebook, saya mencoba melakukan penelitian kecil dengan bertanya kepada beberapa teman yang menggunakan facebook, banyak teman memberi tahu saya mereka bisa menghabiskan waktu 4 – 6 jam untuk on line di depan komputer untuk ‘berchatting ria’ dengan teman melalui facebook ataupun on line dengan handphone yang sudah dilengkapi dengan perangkat internet. Bapak-bapak sibuk setiap malam melihat tayangan olah raga, sampai pagi maupun seorang bapak yang lebih mementingkan pekerjaannya. Ibu-ibu lebih menyukai melihat tayang sinetron, telenovela, maupun tayangan gosip di televisi. Sebuah fenomena yang sudah tidak baru lagi, apalagi di tengah-tengah zaman ditandai oleh sekularisasi, globalisasi, sikap indiferentisme, materialisme dan masih banyak lagi, sedangkan katekese di beberapa Paroki dilakukan satu minggu sekali dengan proses katekese dari pertemuan pertama sampai selanjutnya tidak pernah berubah, baik model maupun metodenya. Yang berakibat setiap orang jarang mengikuti katekese dengan berbagai alasan, dari alasan jenuh sampai alasan ada acara lain yang lebih penting, semua alasan itu diungkapkan hanya untuk menghindari katekese.
Melihat situasi zaman yang sekarang ini, sungguh sesuatu yang memprihatinkan. Zaman semakin maju, bukan berarti dengan adanya kemajuan IPTEK itu tidak baik, tetapi semua itu tergantung cara kita menyikapinya. Maka untuk dapat mencapai semboyan aggiornamento, perlu kita mengkaji lebih dalam dan paling tidak mengetahui beberapa hal yang penting demi kemajuan katekese. Aggiornamento bukan hanya menjadi sebuah semboyan semata tetapi makna dari kata tersebut ‘bukalah jendela lebar-lebar’, memberi isyarat bagi kita untuk melihat dunia dewasa ini, bukan memusuhi dunia melainkan berteman dengan dunia untuk itu hal terpenting yang perlu diketahui selain butir-butir pengetahuan iman seperti Kitab Suci, hukum Gereja, dan hakikat katekese perlulah kita mengetahui segala sesuatu yang terjadi di dalam umat atau dengan kata lain seperti pendapat seorang ahli pendidikan beriman terkemuka dari Amerika Serikat Mary C. Boys, kita perlu mengetahui peta katekese. Boys berpendapat bahwa peta merupakan cara mengkonsepkan, merumuskan dan mengkomunikasikan kenyataan atau keadaan suatu wilayah. Peta sebagai cara berpikir ‘way of thingking’. Tetapi untuk dapat memahami maksud aggiornamento, kita tidak boleh hanya sebatas memahami apa itu katekese dalam pembuatan peta ini, tetapi juga seperti sikap Boys kita juga harus berpikir inklusif, tidak hanya lingkungan jemaat Katolik tetapi sungguh bertolak dari kenyataan, analitik dan imaginatif. Dengan demikian peta katekese sungguh membantu mempermudah umat menemukan makna iman di dalam hidup sehari-hari.
Dengan memahami hal-hal penting tersebut di atas bukan hanya mengetahui, dapat dirumuskan arti katekese dan tujuannya walaupun banyak pengertian katekese. Katekese menurut Paus Yohanes II dalam anjuran apostolik Cathechesi Trandendae (CT) diartikan sebagai pembinaan anak-anak, kaum muda, dan orang-orang dewasa dalam iman, yang khususnya mencakup penyampaian ajaran Kristen, yang pada umumnya diberikan secara organis dan sistematis, dengan maksud mengantar para pendengar memasuki kepenuhan hidup Kristen. Tujuan katekese menurut CT, untuk menolong umat agar semakin memahami, menghayati, dan mewujudkan imannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini ditegaskan kembali oleh pendapat Thomas Groome tentang hakikat dan tujuan katekese bahwa katekese merupakan gerakan mengkomunikasikan harta kekayaan iman Gereja supaya dapat membentuk dan membantu jemaat memperkembangkan imannya pada Yesus Kristus baik secara personal maupun komunal demi terwujudnya nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah kenyataan dunia. Selain itu di Indonesia dalam PKKI II katekese diartikan sebagai usaha kelompok secara terencana untuk saling menolong mengartikan hidup nyata dalam terang Yesus Kristus sebagaimana telah dihayati dalam tradisi Gereja, agar mereka semakin mampu mengungkapkan dan melaksanakan iman mereka. Tujuan katekese menurut PKKI II terdiri dari 5 tujuan yaitu:
Supaya dalam terang Injil kita semakin meresapi arti pengalaman-pengalaman kita sehari-hari
dan kita bertobat (metanonia) kepada Allah dan semakin menyadari kehadiranNya dalam kenyataan hidup seharihari
dengan demikian kita semakin sempurna beriman, berharap, mengamalkan cinta kasih, dan semakin dikukuhkan hidup Kristiani kita.
Kita semakin bersatu dalam Kristus, makin menjemaat, makin tegas mewujudkan tugas Gereja setempat, dan mengokohkan Gereja semesta
sehingga kita sanggup memberi kesaksian tentang Kristus dalam hidup kita.
Tujuan tersebut selaras juga dengan tujuan katekese yang diungkapkan oleh Afra atau lebih dikenal dengan tujuan Afra yaitu mengenal Gereja yang mau dibentuk. Untuk melengkapi tujuan tersebut saya menambahkan pendapat Groome tentang katekese Holistik, bahwa tujuan katekese adalah pengembangan hidup jemaat agar secara bersama-sama ikut berjuang mewujudkan nilai-nilai Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia.
Dari beberapa uraian tentang pengertian dan tujuan katekese tersebut saya mencoba merumuskan pengertian katekese sebagai suatu komunikasi iman dari peserta katekese yang saling bersaksi tentang iman mereka akan Yesus Kristus dalam suasana yang terbuka, saling menghargai, saling mendengarkan dalam proses yang terencana dan berjalan terus menerus. Tujuan katekese saya rumuskan untuk membantu umat untuk semakin beriman akan Kristus dan menjadi saksi Kristus di tengah dunia melalui sikap dan tindakan kita di tengah masyarakat yang mencerminkan murid Kristus yaitu kasih dan pelayanan terhadap sesama.
Agar katekese benar-benar bertujuan untuk membantu jemaat semakin mengimani Kristus maka di dalam katekese perlu adanya elemen penting yaitu pengalaman iman umat dan harta kekayaan Gereja. Di dalam katekese pengalaman hidup dikonfrontasikan dengan harta kekayaan Gereja. Kekayaan Iman Gereja dikomunikasikan untuk mengusahakan visi Kristiani agar dapat dijangkau oleh umat, kita memiliki iman Kristiani bukan hanya sekedar percaya kepada Kristus tetapi beriman Kristiani adalah sebuah panggilan untuk menjadi saksi kebenaran. Dengan demikian ke dua elemen tersebut sangat penting karena selain pengalaman yang diolah di dalam katekese juga iman umat.
Di dalam katekese kita banyak mengenal berbagai macam bentuk atau model, dari sotarai, SCP, hingga Naratif Eksperensial. Dari katekese yang sering saya ikuti, naratif eksperensial sangat membantu umat dalam memahami dan menyelami iman mereka. Naratif eksperensial menyajikan sesuatu dalam bentuk cerita. Cerita dijadikan bahan sekaligus isinya. Kisah (bahan) diceritakan sebagai mitra dialog dengan pengalaman umat dan merangsang umat (peserta) untuk semakin masuk ke dalam cerita serta dapat menciptakan suasana dialog, untuk itu pencerita (katekis di dalam katekese) dituntut untuk menguasai sebuah cerita (bahan) dengan baik. Cerita yang dibawakan adalah cerita yang berperan sebagai pengantara antara kebenaran dan manusia, antara pengalaman dan pemahaman, dan antara kenyataan dengan sikap manusia. Banyak orang menyukai cerita dan bercerita, apalagi bercerita tentang pengalaman (eksperensial) mereka. Dengan bercerita tentang pengalaman hidup mereka dan mengolah cerita tersebut menjadi pengalaman iman sungguh sangat membantu penghayatan iman umat. Katekese naratif eksperensial mengikutsertakan semua panca-indra, perasaan, kesan, dan akhirnya seluruh kehidupan.
Metode dan sarana di dalam katekese juga sangat berpengaruh dalam proses katekese agar tujuan katekese dapat terwujud. Metode yang sering digunakan adalah metode ceramah dan cerita tatapi menurut saya metode cerita sangat baik. Sedangkan sarana sebagai pendukung metode sangat membantu. Semboyan Vatikan II dalam katekese umat aggiornamento dapat diterapkan di dalam mencari metode dan sarana, kita memang harus ‘membuka jendela lebar-lebar’, kita harus melihat situasi umat dewasa ini di mana kemajuan IPTEK di bidang elektronik sungguh maju pesat. Untuk itu bahan yang dikemas dalam cerita dapat diberikan pada umat dengan dibantu oleh kemajuan IPTEK, maksudnya kita dapat menggunakan slide dalam bercerita maupun film dalam bercerita. Untuk itu, hendaknya sebagai katekis harus juga belajar tentang kemajuan zaman. Perlulah kita ‘keluar’ dari benteng kita untuk melihat dunia luar tetapi tetap berpegang teguh pada iman kita sebagai filter hidup.
Selain metode dan media katekekese suasana di dalam katekese juga berperan dalam membantu kelancaran proses penyelenggaraan katekese. Suasana terbuka di dalam proses katekese sangatlah diperlukan. Dengan keterbukaan hati dan pikiran maka setiap orang (peserta katekese) dapat saling mendialogkan pengalaman iman mereka dasn saling memperteguh iman mereka akan Yesus Kristus. Dengan keterbukaan maka secara tidak langsung suasana komunikatif dapat terbangun.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan katekese sangat penting dan umat sungguh membutuhkan katekese. Robert T. O’Gorman berpendapat bahwa setiap orang beriman rindu untuk menghayati imannya di dalam hidup sehari-hari, sehingga iman menjadi lebih penting. O’Gorman juga menyebutkan Gereja, keluarga, masyarakat, dan sekolah sebagai ekologi katekese dan jemaat memiliki tempat yang sentral di dalam berkatekese. Dengan demikian umat sungguh membutuhkan katekis yang dapat membantunya (membantu umat) untuk membuat proses katekese benar-benar dapat membantu dalam menghayati iman di dalam hidup sehari-hari.
Kalau kita mengkaji dari katekese sendiri dan kerinduan umat akan penghayatan imannya, katekese yang relevan adalah katekese yang melibatkan diri dalam masalah masyarakat. Kalau katekese hanya bergerak di dalam Gereja, apakah Gereja tidak menjadi dunia tertutup dan iman Kristiani hanya menjadi benteng bagi dunia? Karena itu hubungan antara katekese dan masalah masyarakat dipandang semakin penting. Katekese yang terlibat dalam masalah masyarakat tidak terutama dimaksudkan untuk mempertobatkan orang. Secara lebih positif katekese bertujuan membangun persaudaraan semua orang. Dalam suasana yang bersaudara, dosa dan kesalahan sesama saudara dapat dihapus agar mereka boleh ikut terlibat dalam usaha pembebasan (datangnya Kerajaan Allah). Lain halnya kalau katekese bertujuan menegakkan ajaran, maka dosa dilihat sebagai hutang yang harus dilunasi. Padahal dengan unsur cinta kasih dan persaudaraan, dosa dan kesalahan atau hutang dapat dihapus oleh siapa saja. Inilah yang dibuat oleh Yesus, karena itu Ia dimusuhi oleh para penegak hukum. Sekalipun demikian yang penting bagi Yesus bukan mempertobatkan orang berdosa tetapi menghapus dosanya lalu bersama-sama membangun Kerajaan Allah di mana semua manusia bersaudara. Jadi, katekese yang relevan untuk saat ini adalah katekese yang melibatkan diri dalam masalah masyarakat dan hal ini sesuai dengan semboyan yang dari awal selalu saya tegaskan ‘aggiornamento’, atau dengan istilah lain Katekese Kontekstual, iman yang kita miliki bukan berhenti hanya percaya tetapi menjadi motor yang kita bagikan terhadap sesama, seperti ungkapan Santo Yakobus “Jika iman tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati” (Yak 2:17), hal ini selaras juga dengan ungkapan Paulo Freire dalam bukunya Pendagogi Hati “... ada dalam iman berarti bergerak, menerjunkan diri ke dalam berbagai bentuk tindakan yang bertautan dengan iman kepercayaan itu ...”
Lalu yang menjadi sebuah pertanyaan adalah:
Figur katekis macam apa yang sungguh dicita-citakan?
Figur katekis yang saya cita-citakan, seorang katekis seperti punakawan, punakawan adalah seorang abdi (pelayan) di dalam pewayangan. Punakawan terdiri dari dua kata ‘puna’ dalam terminologi jawa artinya memahami, terang, jelas, cermat, mengerti, cerdik dalam mencermati atau mengamati makna di balik setiap peristiwa. Kata ke dua adalah ‘kawan’ berarti pamong atau teman. Jadi punakawan mempunyai makna menjadi teman yang mempunyai kemampuan mencermati, menganalisa, dan mencerna segala peristiwa. Punakawan dapat diartikan pula sebagai seorang pengasuh, pembimbing yang memiliki kecerdasan fikir, ketajaman batin, kecerdikan akal budi, wawasan luas, dapat dipercaya. Khasanah budaya jawa menyebutnya sebagai “tanggap ing sasmita, lan limpat pasang ing grahita” yang artinya kritis terhadap situasi dan cerdas dalam mengambil keputusan.
Dalam pewayangan punakawan mempunyai tugas yang dapat saya rumuskan sebagai berikut:
Menemani (mengabdi) sekaligus membimbing atasannya.
Menasehati atasannya, teman bercengkrama, penghibur di kala atasan susah.
Mengkritik, menasehati dengan cara halus yang dikemas dalam bentuk kejenakaan kata dan kalimat, atau sering disebut pepeling akan sikap selalu eling dan waspada.
Mengajak ke dalam kebaikan.
Dari tugas tersebut dan makna tersebut apabila diterapkan dengan spiritualitas seorang katekis yaitu pelayanan, bagi saya sangat cocok. Pelayanan mengandung makna yang tersirat di dalamnya dan makna tersebut saya analogikan dengan makna punakawan dalam pewayangan. Dengan demikian tugas seorang katekis samgatlah berat tetapi dengan menghayati tugas tersebut sebagai panggilan maka tugas yang berat tersebut akan terasa ringan.

3 komentar:

  1. sangat bagus,mungkin ini bisa menjadi referensi para katekis jaman ini

    BalasHapus
  2. mungkin bisa ditambah tips-tips menjadi katekis yg mengumat om...

    BalasHapus
  3. Menarik Dre... Kembangkan terus katekesenya dalam dunia nyata di sekitar kita. Berkah Dhalem Mas Andre.

    BalasHapus

Aku adalah aku

Foto saya
bantul, yogyakarta, Indonesia
Seorang manusia biasa yang mencoba bersuara pada dunia tentang Kedamaian.